A. Wanita Karier
Wanita karier adalah wanita yang mempunyai kesibukan selain kesibukan rumah tangga, baik itu dilakukan di dalam rumah atau di luar rumah, baik itu bersifat bisnis atau sosial. Hanya saja pada umumnya wanita karier itu hanya dihubungkan dengan wanita yang bekerja dan menghasilkan uang saja. Sebenarnya wanita karir melakukan aktivitasnya karena didorong oleh keinginan untuk maju, ingin mendapatkan ilmu pengetahuan, ingin mendakwahkan ajaran agamanya, ingin hidupnya bermanfaat bagi orang lain, atau karena motivasi tertentu.
Dalam ajaran Islam, istri atau ibu tidak diperintahkan atau diwajibkan untuk bekerja. Karena nafkahnya dicukupi suami demikian juga anak-anak dan semua kebutuhan rumah tangganya. Kewajiban istri hanya taat dan takut kepada Allah SWT dan suaminya, menjaga diri, keluarga dan harta suaminya ketika ia pergi (ghaib) sesuai dengan Firman Allah dalam AlQur’an Surat An-Nisa‘ ayat 34 yang artinya:
“Kaum lelaki (suami) itu penanggung jawab/pelindung bagi wanita (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atau sebagian yang lain dan karena mereka telah memberi nafkah sebagian dari harta mereka. Maka wanita yang baik adalah yang taat (kepada Allah dan suaminya) lagi memelihara diri ketika suaminya pergi sebagaimana Allah telah menjaga (mereka).”
Pada ayat tersebut jelaslah pembagian tugas antara suami dan istri, suami sebagai penanggung jawab, pelindung dan pemimpin bagi istri. Dijelaskan pula di sini karena suami memiliki kelebihan dan memberi nafkah, maka kewajiban istri adalah taat dan menjaga diri dan rumah tangga suaminya serta memimpin anak-anaknya sebagaimana sabda Nabi SAW :
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةُ فِيْ بَيْتِ زَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُوْلَةُ عَنْ رَعِيَتِهَا
Artinya: “Dan istri adalah pemimpin di rumah tangga suaminya dan anak-anaknya dan ia dimintai pertanggungjawaban tentang mereka dalam (kepemimpinannya).
Dengan demikian, maka istri tidak dituntut untuk bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun dalam kenyataan kita banyak menemui wanita atau istri yang bekerja. Hal ini dimungkinkan karena beberapa sebab antara lain:
1. Disuruh suami atau orang tua karena kondisi keuangan keluarga masih belum mencukupi.
2. Karena keinginan istri atau wanita itu sendiri karena memiliki ilmu dan keterampilan, meskipun keuangan keluarga tidak kekurangan dan mendapat izin dari suami.
3. Keinginan wanita atau istri karena kekurangan keuangan keluarga dan diizinkan suami.
Wanita istri yang bekerja karena sebab-sebab tersebut di atas dibolehkan dalam ajaran Islam dengan syarat sebagai berikut :
1. Mendapat izin dari suami atau orang tua (bagi wanita yang belum bersuami).
2. Dalam rangka taat kepada Allah dan suaminya.
3. Dapat menjaga diri.
4. Berjilbab atau menutup aurat.
5. Tidak menimbulkan fitnah danh ma’siat.
6. Tugas pokok kodrati wanita, istri dan ibu tidak terabaikan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diutarakan di sini tentang beberapa hukum wanita /istri bekerja:
1. Wajib, jika disuruh oleh suami atau orang tuanya dan dapat melaksanakan syarat-syaratnya.
2. Sunnah, jika mendapat izin dari suami/orang tua dan dapat melaksanakan syarat-syaratnya serta hasilnya dibutuhkan oleh keluarga.
3. Makruh, jika mendapat izin dari suami/orang tua dan dapat melaksanakan syarat-syaratnya, tapi hasilnya tidak dibutuhkan oleh keluarga karena sudah tercukupi dari hasil kerja suaminya.
4. Haram, jika tidak mendapatkan izin dari suami/orang tua atau tidak dapat melaksanakan syarat-syaratnya. Karena hal ini akan menimbulkan kerusakan di rumah anatra lain terjadinya PIL (Pria Idaman Lain), WIL, perzinaan dan bentuk-bentuk kemaksiatan yang lain.
Wanita/istri yang bekerja memang ada keuntungan atau segi positifnya antara lain: bertambahnya sumber finansial, meluasnya network (jaringan hubungan), adanya kesempatan menyalurkan bakat dan hobi, terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif dan lain-lain, namun di sisi lain kadang-kadang dihadapkan pada resiko yang buruk antara lain:
1. Terabaikannya keluarga karena kesibukan di luar rumah.
2. Terkurasnya tenaga dan pikiran.
3. Sulitnya menghadapi konflik peran antara kedudukan sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karir.
4. Timbulnya stres dan beban pikiran.
5. Berkurangnya waktu untuk diri sendiri dan keluarga.
Resiko ini dapat menyebabkan hilangnya keharmonisan hubungan dengan keluarga. Jika dibiarkan berlarut-larut, kemungkinan akan terjadi perceraian yang madlorotnya (bahaya) sangat besar bagi kehidupan masa depan anak-anak. Meskipun perceraian itu halal, tapi paling dibenci oleh Allah SWT, sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
قَالَ رَسُوْلُ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : اَبْغَضُ اْلحَلاَلِ لطَّلاَقُ
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: “Hal yang paling dibenci atau dimarahi oleh Allah adalah cerai“.
Hal ini adalah masalah yang harus segera dilakukan solusinya antara lain :
1. Melakukan pekerjaan dengan ikhlas karena Allah, jika ada masalah atau beban, segera dicari pemecahannya, bisa melalui musyawarah dengan suami dan selalu bertawakkal.
2. Wanita/istri yang bekerja harus bisa membagi waktu untuk keluarga dan pekerjaan sesuai dengan kebutuhan masing-masing dan harus disiplin mematuhinya.
3. Tugas istri dalam rumah tangga agar didelegasikan atau diwakilkan pada orang lain yang dipercaya : pembantu yang lain kecuali dua hal yang tidak bisa diwakilkan yaitu melayani suami ditempat tidur dan mendidik anak.
4. Musyawarah dengan suami sehingga tercapai kesepakatan karena istri membantu suami bekerja di luar rumah, maka suami juga membantu istri menyelesaikan pekerjaan rumah.
5. Bagi istri/wanita karier dalam mendidik anak-anak yang diperlukan adalah meningkatkan kualitas pertemuan dengan mereka untuk menanamkan nilai-nilai agama, moral, sosial, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui telepon atau yang lainnya), sehingga anak tetap merasa dalam perhatian dan pengawasan ibunya meskipun tidak ditunggui.
6. Luangkan waktu untuk berkumpul dengan keluarga dalam keadaan santai baik di rumah atau rekreasi di tempat wisata sehingga tetap terjalin hubungan baik dan saling merasa dapat perhatian.
Kemudian mengenai hasil kerja istri ini milik siapa? Menurut DR. Syaichul Hadi Permono adalah milik istri kalau toh itu untuk nafkah keluarga maka itu merupakan shodaqoh dari istri.
Akan tetapi, menurut undang-undang perkawinan No. 1 tahun 1974 Bab VII pasal 35 ayat 1 bahwa harta benda diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Dua pernyataan tersebut nampaknya bertentangan, namun pada hakikatnya adalah senada. Pendapat pertama menekankan sifat yang amat terpuji bagi istri yang ikhlas untuk membantu kebutuhan suami padahal itu tidak wajib baginya. Kalau toh hasil kerjanya itu ada yang dipakai istri sendiri (untuk membeli baju, makanan, menyumbang orang tua dan lain-lain) pada hakikatnya kebutuhan istri adalah kebutuhan suami juga, maksudnya itu sebenarnya kebutuhan suami untuk memenuhinya.
Sedangkan pernyataan kedua, mengandung arti jika istri bekerja, hal ini tidak lepas dari jasa suami, minimal mengizinkan, mendukung dengan segala resikonya. Selain itu juga, peran kedua belah pihak yang sama dalam keluarga, sehingga hasil (harta ayang diperoleh) adalah milik bersama.
Bagaimana kalau istri juga bekerja?
Masalahnya: jika suami istri itu salah satu meninggal dunia atau cerai, bagaimana pembagian harta bersama ini? Yang asal, dalam Islamistri tidak bekerja dan ditetapkan bagi laki-laki sama dengan dua bagian perempuan karena Allah mewajibkan laki-laki memberi nafkah keluarga. Jadi harta bersama dibagi tiga, satu bagian milik istri dan dua bagian milik suami. Allah berfirman dalam Al Qurán surat An Nisa‘ ayat 32 yang artinya:
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu“.
Juga firman Allah dalam Al Qurán surat Ali Imran ayat 195 yang artinya:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (denganberfirman): “Sesungguh -nya aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan....”
Dari dua ayat tersebut di atas dapt kita ambil pengertian bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi bagi wanita, tidak ada jalan atau alasan untuk merendahkan wanita, semuanya tergantung pada usaha masing-masing, wanita mempunyai hak dari hasil usahanya sebagaimana pria. Maka dalam pembagian harta bersama bagi suami istri yang sama-sama bekerja dibagi dua, satu bagian milik istri dan satu bagian milik suami.
B. Kewajiban Wanita Karier sebagai Ibu Rumah Tangga
Kewajiban sebagai istri pada suami dalam Al Qurán disebutkan hanya dua, yaitu:
1. Taat pada Allah dan suami
2. Menjaga diri dan keluarganya jika suaminya pergi.
Surat An Nisa’ ayat 34 yang artinya:
“Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada.“
Kewajiban yang pertama adalah taat kepada Allah dan suami
Pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, membersihkan rumah bahkan sampai menyusui anak) itu tidak wajib bagi istri karena bias diwakilkan atau diserahkan pada orang lain, kecuali kalau suaminya memerintahkan dia, maka menjadi wajib. Dalam arti kalau dilaksanakan mendapat pahala sama dengan ibadah yang lain dan sebaliknya.
Dalam hal ini pun jika istri merasa tidak mampu melakukannya, sedangkan suami mampu memberi ongkos pembantu, maka pilihan ini yang harus dilakukan, berdasarkan Firman Allah dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 223 yang artinya:
“Istri-istrimu adalah (seperti) lading atau tempat bercocok tanam bagimu.”
Tumbuh subur atau tidaknya tanaman tergantung pada ladangnya suburkah atau tandus. Untuk itu maka seorang ibu sangat perlu berilmu, berakhlak mulia, berpengetahuan Agama Islam yang luas serta mengamalkannya.
Dalam hal mendidik anak, ibu harus memperhatikan langkah-langkah di bawah ini agar berhasil dengan baik:
1. Memberi peringatan atau ilmu pengetahuan tentang apa saja yang ditanam (didikan) ibu pada anak, misalnya sholat, apa sholat itu, caranya bagaimana, untuk apa dan lain-lain.
2. Memberi teladan sebab anak suka meniru apa yang dilihatnya.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
صَلُّوْا كَمَا رَاَيْتُمُوْ نِى أُصَلِّى
Artinya: “Sholatlah sebagaimana kamu sekalian melihat aku shalat.”
3. Anjuran, perintah dan latihan-latihan
Dengan anjuran dan perintah, anak bisa mendengar dan mengerti hal-hal yang harus dilaksanakan, sedangkan latihan-latihan menjadikan mereka mengalami sendiri dan dapat melaksanakan dengan baik hal-hal yang dianjurkan dan diperintahkannya. Nabi bersabda :
مُرُوْااَوْلاَدَكُمْ باِالصَّلاَةِ وَهُمْ اَبْناَءُ سَبْعَ سِنِيْنَ وَاضْرِبُوْهُمْ عَنْهَا حِيْنَ عِشْرِ سِنِيْنَ وَفَرَّقُوْا بَيْنَهُمْ فِىاْلمَضَاجِعِ
Artinya:“Serulah anak-anakmu mengerjakan sholat ketika mereka berumur 7 tahun dan pukullah mereka jika meninggalkan sholat ketika merka berumur 10 tahun dan pisahkan tempat tidur diantara mereka.” (HR. Abu Dawud)
4. Hadiah dan sejenisnya
Hadiah ini tidak selalu berupa barang, bisa berupa pujian, dengan acungan jempol, senyuman dan lain-lain. Hal ini dapat memenuhi dorongan perkenan, menggem- birakan anak, menambah percaya diri dan membantu anak dalam mengenal nilai-nilai.
5. Kompetisi dan Kooperasi
Kompetisi dalam proses pendidikan ini dalam arti yang sehat, misalnya lomba (biasanya di luar rumah), berlomba-lomba banyak membaca Al Qur’an dan lain-lain. Allah SWT berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 148 yang artinya:
“Berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan.”
Mengenai kooperasi yang dimaksud adalah kerja sama dalam melaksanakan kewajiban dalam keluarga, misalnya sholat jama’ah, belajar membaca Al Qur’an bersama lain-lain. Manfaatnya dapat menumbuhkan rasa simpati dan penghargaan pada pihak lain dan menambah rasa percaya diri.
6. Koreksi dan Pengawasan
Hal ini merupakan tindakan preventif (pencegahan) sebelum ada pelanggan. Karena anak/manusia punya kecenderungan berbuat baik dan sekaligus berbuat jelek/melanggar. Allah SWT berfirman dalam surat As Syams ayat 7-8 yang artinya:
“Dan jiwa penyempurnaanya, maka Allah mengilhamkan pada jiwa (jalan) kerusakan dan ketaqwaan.”
Ketika jiwa anak mulai menjurus pada keburukan, maka dengan koreksi dan pengawasan ini ibu segera dapat meluruskannya.
7. Larangan
Dengan larangan ini supaya anak mengetahui dengan jelas hal-hal yang harus ditinggalkan dan dijauhi. Hal ini agar disampaikan pada anak dengan bijaksana, sehingga jiwa anak tidak tertekan.
8. Hukuman dan sejenisanya
Hukuman ini merupakan tindakan terakhir yang boleh dilakukan ibu setelah ditempuh langkah-langkah 1-7 masih belum berhasil juga. Tujuan adalah untuk mendisiplinkan dan menginsyafkan. Tidak selamanya menyakitkan badan tetapi bisa berbentuk apa saja yang menimbulkan rasa tidak enak pada anak.
9. Do’a orang tua (ibu)
Do’a ibu punya peran yang besar terhadap keberhasilan anak. Karena berhasil atau gagalnya usaha anak/manusia adalah ditentukan oleh Allah SWT. Sementara di pihak lain ibu berdo’a kepada Allah SWT agar anaknya sukses, baik, bahagia dan lain-lain.
Do’a orang tua antara lain sebagaimana tertulis dalam Al Qurán surat Al Furqan ayat 74 yang artinya:
“Ya Tuhan Kami, anugerahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami) dan jadikanlah Kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.”
(Do’a ibu seperti ijazah dari KH. Mahruz Ali Lirboyo dalam buku do’a Majmu’ Syarif halaman paling akhir adalah bacaan surat Al Fatihah 42 kali dalam waktu 41 hari.)
Ibu yang bekerja, agar memanfaatkan waktu bertemu anak di rumah sebaik-baiknya untuk melaksanakan pendidikan pada anak, dengan unsur-unsur tersebut di atas, bahkan dianggap perlu ibu menyampaikan pesan-pesan atau pengawasan melalui telepon ketika sedang bekerja.
Perlu diingat bahwa mendidik dengan kelembutan, kasih sayang, bijaksana, sabar, ujian lebih besar berhasil dari pada dengan kekerasan, omelan, dan lain-lain.
Jika ibu telah mendidik anak dengan cara-cara tersebut di atas sejak kecil, maka akan tumbuh menjadi anak yang taat kepada Allah SWT, berbakti pada orang tua, berakhlakul karimah dan bahagia dunia akhirantya yang merupakan tujuan hidup setiap manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar